"ANNISA PERTIWI", "BIMBINGAN DAN KONSELING", "UNP"

Jumat, 13 November 2015

DESENSITISASI DALAM KONSELING



DESENSITISASI DALAM KONSELING

A.    PENGERTIAN DESENSITISASI

            Willis (2010) menjelaskan bahwa teknik ini dikembangkan oleh Wolpe yang mengatakan bahwa semua perilaku neurotic adalah ekspresi dari kecemasan. Dan bahwa respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi dengan menemukan respon yang antagonistik.

            Perangsangan yang menimbulkan kecemasan secara berulang-ulang disepasangkan dengan keadaan relaksasi sehingga hubungan antara perangsangan dengan respon terhadap kecemasan dapat dieliminasi.
Teknik desensitisasi sistematis bermaksud mengajarkan klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien. Teknik ini tidak dapat berjalan tanpa teknik relaksasi.

            Menurut Taufik dan Yeni Karneli (2011) teknik desensitisasi merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik ini digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik ini digunakan dengan memasukan beberapa teknik, di antaranya memikirkan sesuatu, penenangan diri dan membayangkan sesuatu. Desensitisasi adalah suatu teknik untuk membantu klien mengurangi, menurunkan atau mengumpulkan kepekaan yang berlebihan terhadap suatu perangsang tertentu. Misalnya jijik, takut, cemas yang berlebihan terhadap suasana, keadaan atau benda tertentu.

            Desensitisasi diberikan kepada individu-individu yang mengalami kecemasan menghadapi berbagai situasi, seperti cemas, takut menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan neurotik, takut melihat darah, naik pesawat terbang dan sebagainya. Kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh individu mendatangkan banyak kesulitan dalam bertingkah laku yang wajar pada situasi tertentu. Misalnya klien takut menghadapi ujian, menjadi gemetar, gugup dan keluar keringat dingin saat memasuki ruangan ujian. Keadaan ini jelas mendatangkan kesulitan pada klien untuk menjawab ujian dengan baik. Dengan diberikan desensitisasi kepada klien ini, maka diharapkan ia dapat mengikuti ujian secara wajar.

            Untuk menghilangkan kecemasan-kecemasan yang neurotik tersebut klien dilatih secara santai mengasosiasikan keadaan dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayarkan atau divisualisasikan. Situasi-situasi dihadirkan dalam sutau rangkaian yang sangat tidak “mengancam” kepada yang sangat “mengancam”. Tingkatan stimulus penyebab kecemaasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus penghasil keadaan santai sampai penghasil kecemasan dan respon kecemasan itu terhapus.

            Ukuran kecemasan atau ketakutan yang dialami individu sehingga teknik ini perlu digunakan adalah ketakutan atau kecemasan itu tidak wajar sehingga respon klien terhadap sesuatu juga tidak wajar, dan ketakutan atau kecemasan itu mengganggu setelah konselor mengetahui stimulus atau pengalaman belajar yang menyebabkan klien menjadi takut atau cemas yang tidak wajar terhadap sesuatu.

            Menurut Munro (Alih bahasa oleh Erman Amti, 1983) pendekatan ini dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu. Dalam hal ini penyuluh berusaha memberikan “suntikan” bagi klien untuk menanggulagi ketakutan ataupun kebimbingan yang mendalam dalam suasana tertentu. Penyuluh melakukan teknik ini dengan memanfaatkan ketenangan jasmaniah klien untuk melawan ketegangan jasmaniah yang timbul bila klien berada pada suasana yang menakutkan atau menegangkan.

            Didalam konseling itu klien diajar untuk santai dan menghubungkan keadaan santai itu dengan membayangkan pengalaman-pengalaman yang mencemaskan, menggusarkan atau mengecewakan. Situasi yang dihadirkan disusun secara sistematis dari yang kurang mencemaskan hingga yang paling mencemaskan.

B.     PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DALAM MENERAPKAN DESENSITISASI

            Menurut Munro (Alih bahasa oleh Erman Amti, 1983) dalam proses ini ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dan ada beberapa tahap yang perlu dilalu, yaitu sebagai berikut:

1.      Teknik desensitisasi sebaiknya digunakan bagi klien yang merasa takut terhadap satu hal tertentu saja, seperti takut menghadapi ujian, takut naik pesawat terbang, takut melihat darah, dan sebagainya.

2.      Sebelum memulai, klien harus diberi penjelasan secara tuntas tentang proses desensitisasi itu. Proses pengubahan tingkah laku itu tidak mungkin berhasil jika klien sendiri tidak yakin bahwa ketakutan itu merupakan hasil belajar dan cara menghilangkannya pun dapat melalui proses belajar. Klien hendaknya diyakinkan bahwa teknik desensitisasi akan memberikan hasil yang cukup baik.

3.      Terlebih dahulu klien harus berada dalam keadaan yang benar-benar tenang. Ketenangan ini dapat terjadi melalui latihan yang diatur oleh penyuluh atau atas kesukarelaan klien sendiri.

4.      Selanjutnya peyuluh dan klien bersama-sama menyusun suatu daftar kejadian-kejadian yang berhubungan dengan ketakutan itu. Kejadian-kejadian ini kemudian diurutkan muali dari yang kurang menakutkan sampai kepada yang paling menakutkan. Hal yang kurang menakutkan biasanya adalah kejadian-kejadian yang paling jarang diumpai dan tidak begitu besar pengaruhnya terhadap keluhan utama klien.
5.      Dalam tingkat berikutnya penyuluh terlebih dahulu membantu klien mencapai suatu keadaan benar-benar tenang secara jasmaniah.

6.      Dengan demikian klien bersama penyuluh menangani kejadian-kejadian itu secara bertahap. Penyuluh mendorong klien untuk menerapkan hal-hal yang dilatihkan itu di dalam kehidupannya, dan melakukan hal-hal yang perlu untuk menolong diri sendiri bilamana ketegangan atau kebingungan terjadi (misalnya melalui bernafas dalam-dalam, penenangan sebagian, menghentikan pemikiran yang sedang berlangsung.

C.    LANGKAH-LANGKAH DESENSITISASI

            Menurut Taufik dan Yeni Karneli (2011) langkah-langkah pelaksanaan teknik desensitisasi ini adalah sebagai berikut:

1.      Menjelaskan kepada klien perlunya teknik desensitisasi dilakukan. Penjelasan meliputi pentingnya teknik desensitisasi dilakukan pada klien dan penjelasan tentang pengertian, tujuan, prosedur dan cara desensitisasi dilaksanakan.

2.      Bersama klien konselor membuat daftar urut jenjang ketakutan atau kecemasan. Urut jenjang ketakutan atau kecemasan disusun dari yang paling tidak ditakuti sampai pada peristiwa yang paling ditakuti. Kata-kata yang digunakan hendaknya adalah kata kerja yang positif.

Contoh:
a.       Mendengarkan kata darah
b.      Melihat gambar orang luka
c.       Melihat darah

3.      Latihan penenangan sederhana, sehingga klien berada dalam keadaan santai.
4.      Melaksanakan desensitisasi urut jenjang tingkat kecemasan yang pertama.

5.      Mengedakan evaluasi berkenaan dengan perasaan ketakutan klien dan tindak lanjut.
            Untuk mengetahui kesan dan perasaan klien tentang latihan yang baru saja dilakukan, perlu dilakukan evaluasi dengan cara bertanya pada klien tentang kesan dan perasaan setelah dilakukan latihan. Apabila klien sudah dapat menerima stimulus yang diberikan pada latihan secara wajar, maka dapat dilakukan tindak lanjut dengan latihan untuk urut jenjang ketakutan berikutnya. Tetapi bila klien belum dapat menerima stimulus yang dilatihkan secara wajar, maka latihan diulangi lagi sampai klien benar-benar bisa menerima perangsang tersebut secara wajar. Apabila sudah demikian latihan dapat dilanjutkan pada langkah berikutnya. Begitulah seterusnya, sampai semua urut jenjang kejadian yang disusun dapat diterima dengan wajar. Bila klien sudah dapat menerima perangsang secara wajar, maka latihan dapat diakhiri.

KEPUSTAKAAN
Munro (Alih bahasa oleh Erman Amti). 1983. Penyuluhan (Counseling). Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Taufik dan Yeni Karneli. 2011. Prosedur dan Teknik Konseling Perorangan. Padang: BK-UNP.
Willis, Sofyan.S. 2010. Konseling Individual. Bandung: Alfabeta.